Jumat, 04 Maret 2011

IN MEMORIAM

Kami benar-benar telah kehilangan jasad dan sosok Idealisme seorang aktivis Buruh, tapi Kau tetap kukenang sepanjang masa...

Biarlah jasadmu telah tiada, tapi tidak dengan Idealisme-mu yang telah kau ajarkan kepada kami...

Hari-hari setiap bersama-mu, Ilmu dan Strategi Perjuangan demi Membela, Melindungi, Memperjuangkan Kesejahteraan Buruh yang kami dapat.

Rabu, 02 Maret 2011

KEMISKINAN DI MATA KAUM KAPITALIS


Ada segolongan manusia bahkan bangsa yang diuntungkan dengan adanya kaum miskin. Maka untuk melestarikan kehidupannya dengan meraup keuntungan yang besar, mereka pun berupaya untuk mengelola, memberdayakan bahkan melestarikan kemiskinan tersebut.

Tidak menutup kemungkinan kaum buruh yang lemah adalah merupakan sebuah objek yang terkena proyek pemiskinan secara tersistem. Robert K. Merton memberikan sebuah analisis fungsional dari kemiskinan. Bahwa kemiskinan perlu untuk dipertahankan guna kelestarian sistem yang ada.

Bagaimana kemiskinan bisa menguntungkan golongan atau bangsa tertentu?

Herbert J. Gans dalam buku bertitel “The Use of Poverty” menyebutkan fungsi dari orang-orang miskin antara lain adalah :

Kemiskinan adalah menyediakan tenaga kerja untuk pekerjaan – pekerjaan kotor, tidak terhormat, berat, berbahaya, tetapi dibayar murah. Orang-orang miskin diperlukan untuk membersihkan got-got yang mampet, membuang sampah, menaiki gedung yang tinggi, bekerja di pertambangan yang tanahnya mudah runtuh, jaga malam. Bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada orang miskin.

Kemiskinan adalah menambah atau memperpanjang nilai guna barang dan jasa. Baju bekas yang sudah tak terpakai dapat di jual kepada orang-orang miskin. Begitu pula barang-barang apkiran, barang-barang reject semuanya menjadi bermanpaat untuk orang-orang miskin.

Kemiskinan adalah mensubsidi berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil karena di bayar murah, mengurangi biaya produksi untuk melipatgandakan keuntungan. Wajar kalau gaji buruh terkena program episiensi.

Bagaimana dengan kaum buruh, orang – orang lemah yg menyandarkan kehidupannya bekerja, banting tulang, siang jadi malam, malam jadi siang berjuang untuk kehidupannya, sudahkah menyadari eksistensi dirinya. Atau bahkan kaum buruh berpikir dan berpandangan sesuai rekayasa sosial yang mereka ciptakan, yaitu bahwa kaum buruh hadir sebagai orang-orang miskin yang dilestarikan guna kelangsungan hidup kaum kapitalis.

Maka sangat disayangkan sekali kalau sesama buruh ( walaupun jabatannya menejer, kabag, superpisor, bahkan foreman mereka sama buruh juga ) gara – gara memiliki jabatan dan kekuasaan, ikut memperlakukan bawahannya sebagaimana pandangan Herber J. Gan, yaitu ikut mendukung dan melestarikan kesusahan bawahannya, dengan bersikap semena-mena untuk kepentingan pribadinya.
Marilah kita bersikap sebagai Bangsa Indonesia yang selayaknya saling bantu. (SHR)

SISTEM KARYAWAN KONTRAK DAN OUTSOURSING BAGIAN DARI IMPERIALIS KAPITALIS


Sistem Buruh/karyawan kontrak dalam UU ketenagakerjaan negara Indonesia no 13 th 2003 Bab IX pasal 58 dan 59 diberi istilah dengan PKWT yaitu perjanjian kerja waktu tertentu, dan PKWT dapat dilaksanakan hanya untuk pekerjaan tertentu yang sipatnya sementara, bukan untuk pekerjaan utama yang rutin berjalan seperti bagian produksi.

Tapi pada kenyataannya kebijakan pekerja kontrak itu di pabrik-pabrik banyak yang diberlakukan untuk pekerjaan-pekerjaan utama yang sifat pekerjaannya rutinitas dan utama, contoh misal di pabrik textil karyawan kontrak banyak di tempatkan di bagian – bagian produksi seperti texturijing, polimer, kniting ,spining dan lain-lain, padahal bagian- bagian tersebut adalah merupakan pekerjaan rutin setiap hari dan utama bukan pekerjaan musiman atau pekerjaan yang sifatnya sementara mengapa ini terjadi?

Sistem karyawan outsoursing dalam Undang-Undang ketenagakerjaan terdapat pada pasal 64-66 adalah karyawan atau tenaga kerja yang diambil dari yayasan -yayasan penampung para calon tenaga kerja. Di sini bisa kita jelaskan bahwa fungsi dari yayasan-yayasan tersebut tak lebih dari calo perekrutan para buruh yang dipesan oleh para pengusaha yang menempatkan keuntungan sebagai motif paling pundamental.

Secara politis dapat dianalisa disahkannya peraturan-peraturan tenaga kerja kontrak dan outsoursing adalah merupakan kebijakan pemerintah yang pro imperialisme merendahkan kaum buruh, karena menempatkan tenaga kerja atau buruh hanya sebagai alat kerja yang bisa digadai dan gunakan sesuai kebutuhan, jika sudah tidak diperlukan bisa berhentikan begitu saja tanpa perlu memberi pesangon.

Kebijakan ini merupakan salah satu keberhasilan dari para imperialis kapitalis yang didukung kaum komprador Republik ini yang mengeruk keuntungan dari kebijakan ini. Nasib kaum buruh digadai dan dijual melaui sistem tenaga kontrak dan outsoursing.

Keuntungan Sistem tenaga kontrak dan outsoursing bagi imperialis kapitalis:

Bisa menekan budget(biaya) perusahaan seminimal mungkin karena dengan tenaga kerja kontrak/outsoursing perusahaan tidak perlu menyediakan dana untuk jaminan kesehatan, pesangon dll.

Perusahaan berlepas tangan/lepas tanggung jawab terhadap kesejahteraan buruh, artinya buruh tidak bisa menuntut hak-haknya sebagaimana mestinya.  Sistem outsoursing, Buruh jadi sumber bisnis antara pengusaha dan para calo yang berlindung dengan nama yayasan.

Inilah cikal bakal perbudakan modern. (SHR)

KENAPA SISTEM KERJA KONTRAK, OUT SOURCHING HARUS DIHAPUSKAN?




Penderitaan atas perlakuan diskriminasi Penguasa dan Pengusaha yang dialami Buruh Kontrak dan Out Sourching mulai marak semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Demi untuk mendapatkan keuntungan yang besar, Pengusaha/Perusahaan dengan berbagai cara dan berbagai motif mengganti Buruh tetap dengan Buruh Kontrak dan Out Sourching, atau melakukan recruitment karyawan baru dengan status Buruh Jontrak dan Out Sourching.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah sebutan lain bagi Buruh Kontrak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pada BAB IX HUBUNGAN KERJA dalam setiap pasalnya mulai dari Pasal 56 ayat (2) sampai dengan Pasal 59 mengatur jelas tentang bagaimana dan untuk pekerjaan apa saja yang diperbolehkan bagi Buruh Kontrak, kemudian diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep-100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, namun karena tidak adanya pasal atau aturan yang tegas mengatur sanksi apabila Pengusaha melakukan pelanggaran atas Buruh Kontrak ini, sehingga ini dijadikan peluang bagi Pengusaha untuk melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Buruh Kontrak.
Begitu juga pengaturan tentang bagaimana mekanisme dan untuk pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan Buruh Out Sourching diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mulai dari Pasal 64 sampai dengan Pasal 66, kemudian diperkuat lagi dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, namun dalam hal inipun sama halnya dengan nasib Buruh Kontrak. Karena tidak adanya pasal atau aturan yang tegas mengatur sanksi apabila pelanggaran dilakukan terhadap Buruh Out Sourching ini, sehingga ini dijadikan peluang bagi Pengusaha untuk melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Buruh Out Sourching, bahkan nasibnya lebih tragis dari nasib Buruh Kontrak.
Namun dari gambaran penjelasan diatas, bukan berarti nasib Buruh tetap atau dalam Undang-undang dikenal dengan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu lebih baik nasibnya dari Buruh Kontrak dan Out Sourching. Pada dasarnya hingga kini nasib buruh, apapun statusnya dalam kondisi tidak terlindungi oleh Negara dari tindakan sewenang-wenang, dianiaya dan tertindas oleh Penguasa dan Pengusaha (Kapitalis).
Berikut gambaran perbandingan hak buruh tetap ( permanent ), dan buruh kontrak/Out Sorching:
Hak-hak Buruh
Buruh Tetap /Permanent
Buruh Kontrak / Out Sourching
Upah Pokok (UP)
Minimal UMK
Tunjangan Masa Kerja (TMK)
UP=UMK+TMK
Hanya UMK
Premi kehadiran
Dapat
Tidak dapat
Tunjangan Jabatan
Pada posisi tertentu ada
Tidak dapat
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dapat
Tidak dapat
Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kematian

Jaminan Hari Tua

Jaminan Kesehatan (Bagi buruh dan Keluarga )

Uang Makan dan Penggantian Transport
Dapat
Tidak dapat ( Termasuk di dalam upah pokok )
Hak Cuti:
Tahunan, Haid, dan cuti hamil
Dapat, untuk buruh perempuan yang hamil mendapat cuti 3 bulan dengan dibayar upahnya
Tidak dapat, buruh perempuan ketika hamil diputus kontraknya.
Tunjangan Hari Raya
Dapat
Tidak Dapat
Pesangon
Dapat ( dilindungi oleh Undang-Undang )
Tidak Dapat
Kebebasan berserikat
Ada dan dapat dijalankan
Buruh takut berserikat karena langsung dapat diputus hubungan kerjanya
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja
Kolektif melalui PKB
Individu yang ditandatangani di awal
*) Data diambil dari Position paper KBC ( Komite Buruh Cisadane ), April 2004, hasil pendataan terhadap 150 perusahaan di Tangerang 2003-2004.
Keberadaan buruh berstatus outsorcing pada gilirannya akan melemahkan perjuangan kolektif buruh melalui serikat buruh, sebagai elemen pemaksa bagi terpenuhinya hak-hak buruh. Sebab, Buruh Kontrak bergerak sebagai pribadi/individu yang mengadakan hubungan kerja dengan Perusahaan/Pengusaha secara langsung, atau Buruh yang disalurkan oleh lembaga jasa penyalur tenaga kerja (Out Sourching), kepada perusahaan, para pihak yang terlibat dalam perjanjian dalam hal ini adalah jasa penyalur tenaga kerja dan perusahaan, sementara buruh outsorcing sendiri berada di bawah kendali jasa penyalur. (SHR)

BURUH KONTRAK DAN SERIKAT BURUH

Penomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kerja kontrak ini sebagai karyawannya walaupun belum sepenuhnya.

Karena sistem karyawan kontrak ini, dinilai akan mampu menggerakan roda industri secara dinamis. Ditengah – tengah persaingan ekonomi secara global. Dampak dari krisis moneter yang selalu dijadikan pembenaran terhadap segala kebijakan pengusaha untuk melakukan efisiensi penekanan cost, untuk tujuan menjaga stabilitas proses produksi ini, akhirnya menjadi acuan yang menarik dengan munculnya sistem tenaga kerja kontrak ini.

Dengan adanya buruh kontrak, maka segala permasalahan antara pengusaha dan para buruhnya akan semakin mudah untuk diminimalisir.

Perlu kita cermati kenapa setiap perusahaan terlihat antipati dengan serikat buruh sejati yang benar-benar berdiri dipihak buruh, karena sistem ekonomi kapitalis ini memandang serikat buruh sejati adalah rival yg harus ditaklukan agar sejalan dengan arah manajerial perusahaan.

Kita pahami bersama perbedaan visi dan misi, atau perbedaan target tujuan antara pengusaha dengan serikat buruh tidak mungkin satu rel seiring sejalan, pengusaha berupaya membangun manajemen yang bisa memanen keuntungan sebesar-besarnya . Dan serikat buruh sejati berjuang untuk kesejahteraan buruh, seperti kenaikan gaji, bonus, THR, tunjangan kesehatan, tunjangan shift, dan lain lain. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap anggaran finansial perusahaan. Semakin tinggi tuntutan buruh semakin besar pula cost yg harus dikeluarkan, padahal manajemen punya program efisiensi.

Dari sini kita bisa menilai bahwa Serikat buruh sejati dan pengusaha adalah dua kutub yang berlawanan. Dengan adanya serikat buruh sejati posisi kaum buruh sedikit memiliki daya tawar yang dapat diperhitungkan. Pihak manajemen tidak bisa memainkan aturannya sendiri, tetapi harus mengikuti Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang benar-benar dihasilkan dari perundingan serikat buruh sejati dengan pihak pengusaha.

Jadi jelas serikat buruh yang benar-benar pro terhadap buruh sebisa dan sekuat mungkin akan dibikin mandul oleh pengusaha sehingga sejalan, searah dengan manajemen. Dengan program sistem tenaga kerja kontrak ini pengusaha pun berupaya mengurangi peran serikat buruh, sehingga secara perlahan bukan lagi peraturan perjanjian kerja bersama lagi yang digunakan, dengan sistem buruh kontrak, yang berlaku adalah perjanjian kontrak antara pihak pengusaha dan indipidu buruh, dengan kondisi seperti ini pengusaha lebih bebas mengeksploitasi/memeras tenaga buruh. (SHR)